Senin, 21 September 2009

dedicated to adinda

Ya Allah …
Seandainya telah Engkau catatkan
Bahwa dia akan mejadi teman menapaki hidup
Satukanlah hatinya dengan hatiku
Titipkanlah kebahagiaan diantara kami
Agar kemesraan itu abadi

Dan ya Allah … ya Tuhanku yang Maha Mengasihi
Seiringkanlah kami melayari hidup ini
Ke tepian yang sejahtera dan abadi

Tetapi ya Allah …
Seandainya telah Engkau takdirkan …
Dia bukan milikku
Bawalah ia jauh dari pandanganku
Luputkanlah ia dari ingatanku
Ambillah kebahagiaan ketika dia ada disisiku
Dan peliharalah aku dari kekecewaan

Serta ya Allah ya Tuhanku yang Maha Mengerti …
Berikanlah aku kekuatan
Melontar bayangannya jauh ke dada langit
Hilang bersama senja nan merah
Agarku bisa berbahagia walaupun tanpa bersama dengannya

Dan ya Allah yang tercinta …
Gantikanlah yang telah hilang
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah
Walaupun tidak sama dengan dirinya …

Ya Allah ya Tuhanku …
Pasrahkanlah aku dengan takdirMu
Sesungguhnya apa yang telah Engkau takdirkan
Adalah yang terbaik buatku
Karena Engkau Maha Mengetahui
Segala yang terbaik buat hambaMu ini

Ya Allah …
Cukuplah Engkau saja yang menjadi pemeliharaku
Di dunia dan di akhirat
Dengarlah rintihan dari hambaMu yang daif ini
Jangan Engkau biarkan aku sendirian
Di dunia ini maupun di akhirat

Menjuruskan aku ke arah kemaksiatan dan kemungkaran
Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman
Supaya aku dan dia dapat membina kesejahteraan hidup
Ke jalan yang Engkau ridhai

Dan kurniakanlah padaku keturunan yang soleh
Amin… Ya Rabbal ‘Alamin.


nb:hasil comot sana sini

sebatas memory

Jum’at. Selepas menunaikan ibadah Sholat, aq jalan2 ma sahabat q menyusuri sepanjang jalan Dieng. Di dompet q ada 2 lembar 50rb an, dikasih ibu q tadi pagi. Buat daftar kuliah katanya. Tapi aq sendiri masih bingung, antara masuk ISIP atau Ekonomi. Tak terasa aq udah di depan gerbang Merdeka.
Tunggu bentar disini aja Riz, aq ta beli formulir dl.
Oke, aq ta’ putar mobil dulu yach. Jangan lama2 boz!

(5 menit berlalu)
“Lho.. wis mari ta Fa?” Tanya temen q.
“ Ngapain lama2” sambil cuek aq masuk mobil.
Ga pernah mikir aq, bahwa dengan 5 menit itu, aq telah menentukan jalan terbesar dalam hidup q.
Akhirnya selesai juga masa2 akhir SMA q.

*****************
Ayo yg disana… ya qm. Cepet masuk.
Ayo cepet…cepet… dah telat nih. Ayo dik……

Pagi itu suaranya gaduh riuh rendah. Ada rasa was2. Wajah tegang. Dan tentunya senyum simpul para penebar pesona. Semuanya dikumpulkan di lapangan basket FE. Rupanya hari ini ada orang penting yg mau kasih sambutan.
Ya aq masih ingat betul, momen2 saat aq br masuk ke kampus Merdeka ini. Iskandar, presma saat itu, menyambut kami para maba2 culun yg berbaris berbanjar berhadap2an dengan para dekanat ekonomi. Mereka duduk manis di sofa di bawah balkon. Kami kepanasan.
Presma yg berdiri dengan gagahnya, pidato diatas podium. Aq lantas mikir, kapan saatnya aq pidato seperti itu. Coba kalo aq yg presma, pasti ta’ sindir para Bapak Ibu dosen yg terhormat tersebut.

Di samping q, berdiri Maba tanggung, pake peci unmer dan terlihat wajahnya mengkilat karena minyak dan kepanasan. Nama Maba itu Bertho Fernandhes Yulian. Di depan, ada Miba (mahasiswi baru) yg menghalangi pandangan q. Namanya Rita Kurniastuti.
Di kelas. Saat sesi pertanyaan ada Maba yg aktif terus bertanya. Gede, duwur, rambut dikuncit (padahal cuma 5 cm, hehehe) namanya C. Adi. AS. (Hampir sama dengan nametag q = F. ADI. S). Belakangan aq baru tahu kalau namanya adalah Citra Adi Asmara.
Di belakang sendiri, kumpulan anak2 yg ga bisa diam. Motornya siapa lagi kalau ga Ferry Andi Anggono. Ada lagi Herdik , Andi dan Agus Blitar.
Di deretan MIBA, ada Lina sama Rika yg berduet nyanyikan single kelas q. Yg nyeleneh namanya Ika. Tiba2 aja dia duduk disampingku. Tentu aja aq jadi grogi. Habis anaknya manis & tomboy banget.
Di deretan gadis2 jilbab, ada Qoir. Dan si kecil Diah.
Bangsa 12 memang komplit dan unik karena yg kusebutkan diatas, pasti kalian semua udah mengenal mereka. Karena mereka semua, lembaga2 kemahasiswaan menjadi lebih hidup dan bermakna.

*****************
Sejak peristiwa Semanggi 98, aq sudah mantap, kalau kuliah nanti aq mau jadi aktivis. Di TV lihat bendera BEM berkibar2, terus Presma UI di wawancarai di TV. Gagah banget keliatannya. Fajar kecil (SMP waktu itu) sudah berkhayal tinggi, jauh sebelum kenal sama Soe Hok Gie melalui buku Catatan Seorang Demonstran. Suatu saat aq harus jadi salah satu demonstran.
2 minggu sebelum diklat, ada sosialisai yg masuk kelas. Hari yg telah kutunggu2. Tapi yg masuk kelasku ternyata Mas Feri (peer), Mas Aris dan Mas Yayan. Mereka anak Senat. Bukannya Mas Dony, Habib atau Refrendi. Mau ga mau akhirnya aku daftar juga. Ah, seandainya dulu BEM yg sosialisasi duluan…
Kembali ke kelas. Ternyata waktu itu dosennya kurang berkenan. Aq ingat. Pelajaran Ilmu Alamiah Dasar. Setelah perang mulut bentar. Akhirnya Senat ga jadi sosialisasi hari itu. Kembali esok harinya. Kabar terakhir, sekarang mata kuliah itu sudah dihapus. Dan Bapak dosen itu sudah minta maaf sama Anak2 lembaga. Jaman dulu emang banyak dosen yg ga sreg ma kiprah anak2 aktivis. Moga2 aja sekarang ndak kaya gitu lagi.
Kok ya kebetulan banget. (udah takdirnya). Waktu itu aq duduk pas ditengah2 deretan kursi kelas. Samping kanan q Adi, sampingnya lagi Diah. Sebelah kiri si Bertho dan paling pojok Ferry.
Adi langsung isi formulir, aq masih nunggu2 anak BEM sosialisasi, Diah sbg wakil Ketua Kelas harus ikut. Bertho yg kemana2 pasti ikut aq dan Adi, ya terpaksa ikut juga. Nah ini yang paling ajaib, si Ferry.
Ferry yg ga ada basic aktivis (waktu itu), tiba2 aja daftar. Kalian tau ngga alasannya apa? CAMPING. Iya bener, kemping ke gunung, itu alasan yg paling masuk akal saat itu. Karena Diklatnya ada di Coban Talun. Setelah dibujuk (dibujuki malah) sama Ferry & Adi, akhirnya aq ikut juga.

*****************

Jum’at. Kok mesti hari Jum’at ya? Aq berangkat k kampus. Bawa’an q banyak banget. Tas karier warisan sepupuku akhirnya berfungsi juga. Aq akhirnya telp sahabat q. Rizky. Masih inget kan. Itu yang ta’ critaain di atas. Tak suruh nganter aq sampai Dieng Plaza. Setelah basa-basi bentar, kita berpisah. Aq melanjutkan perjalanan q. Sempat juga ketemu sama mas Nurlambang (Kumbang) Ketua GBPK (praktis ketua Diklat juga). Di deket telpon umum. Setelah memberi salam, aq mampir beli baterai n 1 pak rokok Long Beach.
Kagetnya diriku, ternyata dikampus ada 2 truck pasir. Wah jangan2 aq naik ini? Aq ingat, janjinya dulu kalau ga naik Bus Unmer, ya truck tentara. Dasar anak lembaga, paling pinter ngomong dan berbohong.
Truck sapi…eh truck pasir itupun berangkat. Bayangin aja lebih dari 50 orang naik 2 truck. Aq sih ga ambil pusing. Aq terus naik keatas kap sopir. Duduk2 disitu, bawa bendera, pake kacamata biru. Almamater dan bendera DPM berkibar2 kena angin. Persis kaya model. Whahaha. Sambil mata ini lihat Diah Berliani yg kepencet2.
Hampir aja truck yg kami tumpangi ga kuat menaiki tanjakan plus tikungan selecta. Fiuh….akhirnya sampai juga di CobanTalun. Aq terus absen kelompok q. Anestri Fajar Sari, ada… Citra Adi Asmara, ada… Rachmat ada, lha yg 2 orang mana? Aq bingung eh ternyata nyangkut di truck sebelah.
Malam hari, setelah materi dari Presma dan Senator (Dani) usai. Kita disuruh tidur. Busyet, aq ga kebagian tenda. (Dulu kita masih pakai tenda doom), akhirnya aku gelar tikar didekat api. Adi, Ferry dan Bertho ikutan. Sambil mbahas diskusi tadi, mulai rasan2 deh (nggosip).
Dari Mas Bowo (Ketum) yg ga bisa njawab pertanyaan q. Sampe debat kusir antara Sujianto Arya Putra, Rietmadhanti sama Muniah. Seru poko’e. Terus Adi yang ga setuju sikap anggota kelompok q yg individualis. Diskusi ala cangkru’an terus berlanjut. Sampe aq Tanya si Bertho, gimana pendapate kegiatan hari ini. Jawabane sepele, nggletek pisan. “Wetengku lue, dadi iku mau ngantuk pas materi” jawaban khas Bertho banget. Aq dan Adi ketawa sampe terbatuk2.
Tapia aq tetep salut sama Bertho. Meskipun dia unik, tapi dia pendengar dan pekerja yang baik, ga kayak si Ferry. Diajak diskusi eh…malah main2 api. Sama Eko Wahono dan Bustanul Arifin, dia terus nambah ranting2 kering ke api. Ya pastinya tambah besarlah apinya. Sampai akhirnya salah satu tenda mau terbakar. Indra Septiawan dan Agung Budi Prabowo yg asik njemur baju di hanger buatan sendiri sampe misuh2.
Kontan aja anak2 di dalam tenda, misalnya Nur Digdo Nugroho, Herdik dan Sujianto keluar, karena kepanasan. Untung aja Mas Rifa’i (Mas Pa’i) dan Mas Peer segera datang dan membubarkan kerumunan. Yah…habis dah tontonan malam itu.

Aq lantas mencoba tidur di bawah sepoi angin september
Sinar bulan menerpa wajah yg menatap angkasa
Mencoba melihat bintang yang tercecer di langit malam
Bau buah pinus yang hangus terbakar
Menyeruak penciuman dan melayang menembus rimbunnya dedaunan
Dinginnya tanah mulai menusuk rongga2 tulang
yg hanya terbalutkan selembar tikar usang
Atau gemericik suara air terjun di kejauhan
Tak menghalangi mata ini untuk terpejam

Sabtu pagi hari bangun setelah tidur 2 jam saja. Setelah sholat Subuh di masjid, waktunya untuk senam pagi. Ngantuk. Tapi bagaimana lagi, aq harus mengatur kelompok. Kalau ngga, ancamannya berat. Ga dapat nasi bungkus, buat sarapan pagi.
Siang berjalan membosankan, karena materi diklat sama persis dengan waktu OSPEK. Sore tiba. Nah ini pasti seru nih. Pikir q.

Aq, Adi, Bertho, Anestri, Diah, Ferry dan Herdik mau mandi. Aq dah mikir, pasti antri deh kamar mandinya. Ternyata bener. Eeeh kok tiba2 aja Bertho nylethuk (ngomong tiba2). “Ning kali ae yo’opo?” ( kesungai aja yuk).
Oke. Kita semua sependapat. Brangkatlah kita bersama. Aq ngajak aja sekalian k coban. Pasti asik mandi di bawah air terjun. Apalagi ada Anest sama Diah. Hehehe.
Ternyata, segerombolan anak ini ga ada yang tau kl lokasi Air Terjun itu masih beberapa kilo lagi. Maghrib datang, qta semua jadi ga ada yg mandi.
Sebelum acara Lintas Malam, ada sesi yg menarik. Namanya Manajemen Konflik. Sebetulnya ini adalah materi juga. Tapi aq salut ma Mas Bowo yang mengemasnya menjadi rangkaian cerita apik.
Seakan2 ada konflik antar sesama panitia, yg dimulai dari hari pertama sampai hari terakhir. Bayangkan aja, waktu diklat ruangan di PPI lantai 3. Panitia ada yg berkelahi didepan calon aktivis, segala kata2 jorok keluar semua. Dan hal ini terus dilanjutkan sampai 2 hari berikutnya. Malam ini puncaknya, sampai akhirnya peserta saling adu pendapat dengan panitia.
“Kita ini ibaratnya bercermin pada kaca yang pecah” kata Mashudi dengan logat Maduranya yg kental. Maksudnya adalah panitia memberi contoh yg buruk pada adik2nya ini.
Terus mas Peer yg xtreme. “JANxxx kabeh panitia iki rek, TAxx kabeh”
Sujianto berdebat dengan Aris
Ada yg sampe nagis pula (kalo ga Ritma ya Muniah, cz cm 2 cewk ini aja yg aktif)
Mas Tanzil sama Referendi mencoba menenangkan kondisi yang cukup panas ini (gimana ga panas, wong kita semua ngumpul di depan api unggun yang membara)
Aq sama Bertho cuma sendakep aja (menyilangkan tangan di dada) sambil bersandar di batang pohon. Senyum2 aq bilang “ Ah Sinetron, pikire aq ga tau dadi OSIS apa?”

Yang asik itu gayanya Mas Bowo sama kompatriotnya (Mas Pa’i), sambil santai dia njelasin kalo itu semua cm rekarasa eh rekayasa. Terus berjabat tangan antar sesama Panitia.
Katanya Adi ‘Djiampxxt tak pikir temenanan, tiwas kate ta’ antemi panitia e”

*****************
Kelompok q berjalan menyusuri hutan pinus itu cm berbekal selembar peta yg dibagikan oleh Mas Tanzil. Oh ya, qta juga ketambahan 2 anak BEM cewek2 lagi. Mereka udah semester 3. Aq sebagai ketua di depan, Adi baca peta, Anestri terus megangi almamater q. takut ilang. Rahmat sama temennya (aq lupa namnya) bagian nemenin 2 “anak titipan“ itu.
Sampai pos bayangan pertama aq mengucapkan kata sandi “ GEDANG GODOG” sampai 2x ga ada balasan, ya udah, lanjut aja jalannya. Hampir setengah jam jalan, qta terus dikejar sama Mas Erwin.
Lha kok marah2 sih dia. Katanya qta tersesat harus balik lagi. Tapi begitu melihat “anak titipan” tadi dia jadi ga marah lagi. Ternyata eh ternyata, pacarnya yg dititipin ke kelompok q. Nepotisme
Kembali ke Pos 1. Ada Aris yg jaga, semua dimarahin kecuali aq. Kok bisa?
Ya bisa lah, kan Aris dan Peer itu sahabate kakak q. Jadi udah kenal mulai jaman SMA dulu.
Pos 1 materinya tentang Organisasi
Setelah dihukum, kembali melanjutkan perjalanan. Sampai pos bayagan 1. Yg jaga Cewek 2 orang. Nicko dan cewek yang misuh2 di PPI tempo hari (lupa lagi namanya).
Pos Bayangan 1 isinya Belajar menentukan Pilihan.
Pos 2 ada di puncak bukit. Hampir2 aja tersesat lagi. Karena (Cz) tanda panahnya digantung di semak2 pake rafia. Heran aq. Apa panitia ga mikir apa. Lha kalo ketiup angin, kan tandanya bisa muter2. Gawat. Tapi untung aja ada Adi yg baca Peta. Ga salah aq nyuruh Adi, cz anaknya punya bakat teliti. Trus aq lihat di atas bukit kayaknya ada api deh. Kl ini aq lebih baik dari Adi, kan mata q normal. Hehehe,
Diatas ada Mas Habib sama cewek. Ujiannya Diskusi dan Tekhnik Persidangan (paling jago aq masalah ini). Dasar Habib orange ga’ serius, hukumane ya ga serius juga, joget dangdut. Cz si Rahmat ga bisa jawab pertanyaan. Tp yng nyanyi si anak titipan tadi.
Setelah diarahkan ke Pos bayangan 2, kita kembali jalan. Melewati kebun gubis. Di Pos Bayangan 2 ada mas….aduh lupa lagi, pokok’e dia skr kerja di farmasi. Kalo aq nyebutnya “Pangeran Diponegoro” ( pakaiannya persis waktu itu). Kelompok kami Cuma diberi sebatang kayu. Suruh menjaga sampai akhir perjalanan. Ada juga salam2 ke sesame panitia lainnya.
Setahun kemudian aq baru ngerti maksudnya. Bahwa sanya kita sebagai wakil mahasiswa, kalau dititipi sebatang ranting pohon saja, tidak bisa menjaganya. Bagaimana kita bisa menjalankan amanah kita?
Sampai di pos 3. suasana mulai remang2 sekitar jam 5. Yg jaga Mas Bowo dan Mas Pa’i. BERAT banget di pos ini. Dari segi lokasi dan isi dari materi itu sendiri. Lokasinya ada di tengah2 sungai. Mau ga mau ya harus nyemplung, walau cm sebatas mata kaki. Tapi dingin banget.
Pertama dipancing dengan rokok. Pa’i tanya dingin ngga? ada yang bawa rokok? Ada, jawab si Rahmat n temen q satunya. Trus dia disuruh merokok. Belum habis 2 sedotan. Pa’i sambil berkacak pinggang marah2.
“Kalian ga tau ta peraturannya, kalo dilarang merokok, hah?” sambil matanya melotot. Kami hanya tertnduk saja. Trus Marlboro satu pak itu disita. Kita lalu disuruh tidur terlentang di bawah air. Brrr.
Ya sudah kalian boleh pergi. Baru 10 meter kita jalan meinggalkan pos. Pa’i tiba2 teriak. “kalau di pos bayangan ditanyai hasil dari pos 3, kita ngga tanggung jawab ya”
Karuan saja kita terhenti dan saling pandang. Bingung dan kedinginan. Anest langsung bilang “ sialan nih Pa’i”
Kita kembali, terus Bowo bilang tau ngga kesalahannya. Kompank kita jawan “ndak tau kak” sambil tertunduk.
Kalian tadi ngga ngucapin salam. Ujar Bowo
Oooo… kita cuma manggut2. habis gimana mau ngucapin salam. Tiba2 aja Mas Pa’i datang nyambut kita, langsung ngajak omong2an. Dasar….

‘GEDANG GODOG’ kaya orang koor kita ucap salam
Pa’i njawab ‘ GERANG GERANG….GUOOOBLOK’ manteb dan pas kalo yg ngomong orang satu ini.

Terus kita diberi materi PROBLEM SOLVING dan STRATCHING (bener2 ujian mental).

Matahari udah mucul dan jalan udah kelihatan sepenuhnya. Lampu senter dan lilin yg udah nemenin perjalanann kami maitikan. Sampai pos bayangan 3, ada Mas Referendi dan Mas Rudi. Berubung udah pagi, kita ga dikasih GAME tapi diganti senam. Setelah itu berpesa mengenai MORAL dan Keagamaan. Pas banget, kan mereka pentolan UKMI. Terus di beritahu kalu habis ini bakal nurunin jurang.
Jurang itu sekitar 3 meter secara vertikal kita merayap turun pegangan akar2. Ada Panitia Sapu Jagad yg Bantu kita, terus mesti nyabrang sungai licin (baget, lumut tok). Ada Mas Peer, Rindra, Roy, Yayan, Nanang, Catur, dan anak2 BEM.
Pos terakhir. Ta’ kirain pos terberat. Eh ternyata Cuma ngumpulin Bunga, Ranting dan rumput2 titipan panitia dari pos masing2. Ini tugas nya Anestri. Tas Plastik Merah itu hampir penuh dengan sampah2 tak berguna (tapi sarat makna) tersebut. Dan tentunya harus nyemplung air lagi. Nasib.
Setelah itu kita di absen dan senam lagi terus makan pagi. Habis ini perjalanan berat. Road to Waterfall. Hampir satu jam perjalanan menurun. Sekitar 50 derajat. Awalnya sih enak, ga tau baliknya, pasti melelahkan.
Sambil lari2 pasti udah sampai bawah. Panas dan berdebu. Yang kita injak itu kumpulan debu halus sekitar 10cm. Sialnya anak2 yg ada di depan turunnya sambil lari2. tentu saja debu2 itu berterbangan kesana kemari. Pelopornya ini Abdul MUChid dan Abdi Rahman. Wajah sampai putih kena debu. Aq jaln aja pelan2, sama Anest, Sri Susilowati dan Supit Andrianimg Wahyu Lailatul Fitriah.
Mendekati air terjun, kondisi udah berubah. Lebih sejuk (cenderung dingin malah), tanah menjadi kumpulan batu padas. Dan tentunya Lintah sama Nyamuk sama2 bersaing nyedotin darah kita. Tapi tak mengapa. Melihat Air yang terjun dari ketinggian 35 meter itu, rasanya hati jadi ikutan sejuk.
Langsung aja aq turun diantara batu2 besar. Dan mencoba mendekati air terjun sama Anest. Tapi….busyet. air yang jatuh itu, ketika kena kulit sakit banget. Padahal kan cuma air. Aq ga mikir waktu itu, kalau ada Gaya Gravitasi bumi yg bermain dengan kekuatan magisnya. Mimpiku mandi di bawah air terjun GAGAL TOTAL.
Setelah semua berkumpul di bawah. Mas Bowo (ketua SENAT) berdiri diatas batu paling besar. Tangan kiri terkepal ke atas, tanda perlawanan tehadap ketidak adilan. Tangan kanan memegang mik dari megaphone yg dibawa Mas Dony (ketua BEM). Dibawah pelangi yg dibiaskan oleh Air Terjun Coban Talun, dan dari pancaran siluet matahari yang melatar belakagi mereka berdua berdiri. Kita semua bersama sama mengucapkan janji mahasiswa

KAMI MAHASISWA/I INDONESIA, MENGAKU :
BERBANGSA SATU … BANGSA KEADILAN.
BERTANAH AIR SATU … TANAH AIR TANPA PENINDASAN
BERBAHASA SATU … BAHASA TANPA KEBOHONGAN
Hidup mahasiswa … hidup rakyat

Dan di bawah euphoria tersebut kami semua di baiat menjadi keluarga besar SENAT MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI & BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERDEKA MALANG. Berpelukan satu sama lain. Bergetar hati ini, bahkan sampai sekarang, waktu mengingatnya. Lalu menetes air mata kebahagiaan.

Belum berakhir … friend